Senin, 14 Desember 2009

Puisi adalah Tuhan

Seorang sahabat penyair menyatakan “ Puisi adalah Tuhan” karena ia mempunyai sifat-sifat ketuhanan; ada tapi tak dapat di raba.

Tapi benarkah puisi adalah Tuhan ? tentu saja jawabannya, bukan. Puisi lebih condong kepada pewahyuan dari suatu perjalanan bathin seorang penyair yang datang baik secara spontan ataupun lewat perenungan yang dalam terhadap suatu peristiwa yang menimpa diri dan sekitarnya.

pewahyuan ini di peroleh lewat alam sadar ataupun lewat alam tak sadar. Jadi bisa di katakan puisi adalah Kitabullah, mulanya kitabullah itu tersirat (tersembunyi) kemudian datang/diketemukan, dan pada proses selanjutnya menjadi tersurat (tertulis).

Segala sesuatu yang dicipta oleh Tuhan adalah ciptaan dan bukan Tuhan, Al-Kitab (Jabur, Taurat, Injil dan Al-Quran) adalah firman Tuhan, firman bukanlah Tuhan. Nur Muhammad (cahaya semesta) berasal dari Cahaya Tuhan, tapi bukan Tuhan, Kalimatullah (Isa as) adalah Kalimat-Nya tapi bukan Tuhan karenanya Allah pun menguatkannya dengan Ruhul Quddus, kenapa dikuatkan? Karena segala ciptaan itu hakekatnya lebih lemah dari yang mencipta. Allah itu ada dengan sendirinya sedangkan selain dari Allah (Mahluk) adalah ada dengan di cipta (di adakan).

“Ah, puisiku melampaui aku!” mungkin kita pernah terperangah dengan salah satu puisi yang kita buat ternyata puisi tersebut mempunyai daya kekuatan melebihi dari pengetahuan penyair pada saat menuliskannya, ternyata puisi-puisi tersebut mempunyai karakter/sifat yang lebih dari apa yang pernah terlintas pada saat di buat, dan rahasia sebuah puisi tersebut baru nampak ketika (pembaca) mulai menyelami lautan puisi tersebut, barulah nampak isi dari samudra, bahwa bukan hanya ikan dan kerang yang ada disana tetapi juga mutiara. Itulah daya magic dari suatu puisi, itulah ruh dari puisi dan setiap ruh akan mengalami kondisi kejiwaannya sendiri, itulah kenapa seorang pembaca mungkin akan menemukan makna yang beda/pun lebih dalam penafsirannya dari si penulis karya.

Puisi pada dasarnya adalah sudah ada, seorang penulis puisi adalah penemu tapi bukan pencipta, puisi itu semisal burung-burung yang beterbangan di angkasa, maka siapa yang mempunyai akal maka akan dapat menangkapnya, ataupun seperti harta yang tersembunyi di semesta, siapa yang menemukannya maka ia akan kaya. Karenanya banyak pula para penyair yang menemukan puisinya di alam ini; di batu, air, udara, kayu, gunung dsb, ataupun didalam dunia yang tak nampak seperti kesedihan, rasa senang, cinta dan lain sebagainya.

Bila puisi yang terlahir adalah sebuah Wahyu tanpa Nabi *), dan bila didalam sebuah puisi tersebut ditemukan sebuah pengajaran (ilmu) yang baik kenapa tidak kita petik hikmah dan kemudian memakannya?

Kolonglangit, 28 Februari 2009


_________________
*) Wahyu tanpa Nabi = mengutip teoritis dari Hudan Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar