Minggu, 10 Mei 2009

Boneka Kayu

Di sebuah padang rumput di tepi hutan terlihat anak gembala bercanda dengan domba-dombanya, domba-dombapun senang bercengkrama dengan anak gembala, mereka bercerita dari pagi hingga sore tentang norma, tentang ladang, tentang kandang, tentang rumput, juga tentang tahi masing-masing diri

Iseng-iseng, anak gembala membuat ketepel dari dahan pohon mahoni, pohon mahoni yang masih dini itu ditebasnya dan dibuat dua buah ketepel. Satu ketepel ia pakaikan karet gelang, satunya lagi ia biarkan telanjang, lalu disambungkan dua tubuh ketepel itu menjadi satu tubuh, dengan tali rapia, hingga lebih mirip orang-orangan tanpa kepala dari pada sebuah ketepel.

“ini senjata modifikasi.” berkata anak gembala itu kepada salah satu dombanya.

Langit mulai petang dan domba-domba pun mengembek minta pulang, sepertinya domba-domba itu rindu pada kandang. Kerewelan domba-domba itu telah menjadikan ketepel modifikasi anak gembala itu tertinggal di padang rumput, di tepi hutan.

“biar saja.” Desah si anak gembala ketika ingat ketepelnya sambil terus menggiring domba-domba itu ke kandangnya di pinggir dusun kecil yang letaknya cukup jauh dari hutan.

Malam hari Ketepel terbangung dari mimpi dilihatnya ia tak lagi sebuah pohon mahoni
ia menangisi dirinya, karena ia tak lagi berkepala.

Di hutan yang permai di kehidupannya ini, ia mulai berteman dengan para penghuni hutan seperti harimau, gajah, ular, burung, kijang, kuda dan binatang lainnya serta berteman juga dengan pepohonan, mereka hidup saling menyayangi dan bernyanyi-nyanyi setiap saat, sehari-harinya selalu di iringi dengan suka cita. Para penghuni hutan itu sepakat untuk menamai ketepel itu dengan sebutan “Si Boneka Kayu, Boneka tanpa kepala” , ledek mereka sambil tertawa-tawa.

Suatu hari Boneka kayu bertanya pada Pohon Perdu tentang keberadaannya orang tuanya.

“Ayahmu adalah angin dan ibumu adalah pohon mahoni yang sangat jelita, secantik dirimu. Tapi sungguh malang mereka bertemu hanya satu musim saja. Setelah ibumu melahirkanmu, karena kecantikannya, ia dibawa lari penebang kayu ke kota untuk di jadikan lemari. Tapi menurut kabar ibumu di jual untuk dijadikan kayu bakar” cerita Pohon Perdu

“Aku akan mencari keberadaan ibuku.” Tekad Si boneka Kayu tanpa Kepala itu.

Di waktu yang baik, hari yang baik, setelah menghitung pasaran dan disesuaikan dengan weton (hari kelahiran ketika ia pertama kali tercipta menjadi ketepel), Boneka kayu pergi ke kota dengan menunggang Kuda, terlihat sangat mempesona bak sang puteri raja tapi tanpa mahkota karena kepalanya memang tak ada, hingga sampailah mereka ditepi kota.

“Aku hanya mengantarmu sampai disini, aku takut seandainya aku masuk ke dalam kota, manusia akan menangkapku dan menjadikanku hidangan dimejanya.” ujar Kuda

“Baiklah, sampaikan salamku kepada teman-teman di hutan sana.” Jawab Boneka Kayu
Mereka pun akhirnya berpisah dengan perasaan pilu.

Sudah bertahun-tahun Boneka Kayu mencari ibunya tapi tak juga bertemu, selama bertahun-tahun itu ia tinggal di taman kota, di sebuah Bangku Kayu Tua, Bangku yang sebagian badannya sudah terbakar.

Ia senang tinggal disana karena Bangku itu mengingatkannya pada ibunya, karena Bangku itupun terbuat dari kayu mahoni, sebuah bangku usang yang sudah tidak ada yang menduduki apalagi untuk dijual tak ada orang yang sudi membelinya, tapi walaupun demikian Bangku Kayu itu tetap menetap disana bersama bangku-bangku kayu yang lain yang terlihat lebih bagus dengan cat putih yang selalu mereka kenakan untuk mengundang laki-laki duduk duduk dan bersandar sejenak menenangkan diri ditaman itu.


Suatu hari Boneka Kayu bermimpi, hutan terbakar. Sehingga ketika terbangun menjadi khawatirlah ia dengan keadaan teman-temannya di hutan. Maka iapun memutuskan untuk menengok kawan-kawannya di hutan.

“Ibu, Ananda mau pulang ke hutan, ananda ingin menengok kawan-kawan. Nanda pasti kembali kesini ?”

“ Iya Nanda, tengoklah dulu teman-temanmu.”

Boneka Kayu dan Bangku Kayu Tua berpelukan, menangis dengan tersedu. Boneka Kayu menangis karena sedih harus meninggalkan Bangku Kayu Tua yang sudah ia anggap seperti ibunya, dan Bangku Kayu Tua pun sedih karena harus ditinggalkan oleh puterinya untuk kedua kalinya.

Pertama, di saat ia harus meninggalkan puterinya yang saat itu masih kecil karena terkena bujuk rayu penebang kayu yang berjanji akan menjadikan ia sebagai Lemari kesayangan, tapi pada akhirnya ia malah dijadikan Bangku di taman kota. Ya, istilahnya saja Bangku tapi pada hakikatnya adalah kayu bakar, kayu yang terbakar matahari karena ditempatkan di taman kota, taman yang bagi bangku-bangku kayu adalah tempat yang sangat panas, hingga kulit merekapun sehitam arang dan hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang telah suci, atau merasa suci, tapi bagi Laki-laki yang biasa duduk-duduk di taman kota tersebut, taman ini adalah taman tersejuk dan merupakan rumah kedua.

Dan kesedihan yang kedua bagi Bangku Kayu Tua adalah saat ini, ketika puterinya akan kembali ke hutan dan mungkin ia merasa tidak yakin jikalau puterinya benar-benar akan kembali lagi ke kota. Karena ia memang masih tetap merahasiakan bahwa ibu yang selama ini dicari adalah dirinya, Si Bangku Kayu Tua.

Maka pulanglah Boneka Kayu ke hutan, tapi sesampainya disana hutan yang permai itu telah hilang, yang tertinggal hanyalah kuburan-kuburan dan puing-puing jejak keindahan hutan, sebuah hutan yang gundul tanpa tanaman. Ia pun sedih tak menemukan teman-temannya, entah dimana mereka sekarang?.

Ia pun memutuskan untuk mencarinya di sekitar hutan, hingga sampailah ia ditepi hutan, Untunglah ia masih menemukan salah satu temannya, “Rumput”.

Rumput berkata : “teman-teman kita telah dibawa semua ke kota oleh orang-orang bersenjata, cepatlah kau susul ke sana, untunglah aku masih tetap disini ditolong oleh penggembala dan domba-dombanya karena mereka masih memperdulikan aku, kalau tidak entah nasibku bagaimana jadinya.”

Boneka Kayu Cantik tanpa kepala, kembali menuju ke kota. Hal pertama yang terlintas dibenaknya adalah menemui Ibu angkatnya di Taman Kota. Tapi sesampainya disana tercenganglah ia karena di Taman itu Bangku-bangku Kayu yang biasa mangkal disana telah raib entah kemana, begitu juga ibu angkatnya Bangku Kayu Tua, orang-orang bilang terjadi penggusuran oleh Pemda setempat beberapa hari yang lalu dan Pemda setempat telah menyingkirkan Bangku-Bangku Kayu dan telah di ganti dengan bangku bangku yang terbuat dari besi.

Ia pun memutuskan untuk mencari teman-temannya, ke seluruh penjuru kota ia jelajahi hingga akhirnya iapun bertemu dengan teman-temannya itu. Tapi teman-temannya sudah dipengaruhi oleh para penguasa sehingga sudah hilang tabiatnya sebagai hewan yang bebas merdeka seperti waktu di hutan dulu.

Kuda sudah menjadi Kuda besi yang tak mau lagi makan rumput dan minum air tetapi ia hanya mau minum bensin di tempat yang orang-orang kota bilang pom bensin, begitu juga dengan Kijang, Zebra, Panther mereka ditunggangi di jalan-jalan seperti layaknya hewan jinak, mungkin karena sudah terlalu sering minum bensin, sehingga mereka mereka menjadi jinak kepada manusia berduit.

Burung-burung yang dulu selalu bernyanyi riang bersamanya sewaktu di hutan pun kini dikekang di dalam sangkar dan selalu diajarkan bernyanyi melalui kaset-kaset nyanyian yang berisi tembang-tembang air mata yang memang sesuai dengan keadaanya sekarang, terkekang didalam sangkar emas.

Harimau dan Macan yang memang dulu cukup berpengaruh di hutan saat ini telah menjadi preman bekingan para pejabat yang makannya lebih mirip anjing korengan dari pada seekor Raja Rimba.

Gajah, Beruang, dan binatang lainnya telah menjadi dungu, selalu menurut untuk dinaiki oleh anak-anak kecil di mall dan plaza-plaza besar di Kota tersebut, dan untuk menaikinya anak-anak kecil itu mengeluarkan sejumlah uang kecil, yang kemudian di setorkan kepada pemilik binatang itu, dan menjadikan pemilik binatang itu kaya raya, sementara binatang-binatang dungu itu sedikitpun tidak di kasih makan, karena tubuhnya sudah dingin menjadi mesin.

Maka sedihlah hati si Boneka Kayu hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri, tapi ia mendapati kepalanya memang sudah lama tak ada, maka si Boneka Kayu tak berkepala ini memilih mati dengan menggantungkan hidup dan harga dirinya sebagai sebuah pajangan atau simpanan disebuah rumah mewah milik salah seorang pejabat Negara yang sangat kaya raya.